Rabu, 04 Juni 2008

PENERAPAN SENI TATA RUANG TRADISIONAL

PENERAPAN SENI TATA RUANG TRADISIONAL

SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA BANGSA

STUDI KASUS DESA UBUD KECAMATAN UBUD

KABUPATEN GIANYAR

OLEH: Siti Patimah

Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya (2005)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

n Suku bangsa Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya (Bagus dalam koentjaraningrat, 1971).

n Pada kenyataannya struktur pola perkampungan Bali terbentuk berdasarkan pada tata arsitektur tradisionil, yang berorientasi pada arah ulu - teben atau kaja-klod dengan konsep Tri Hita Karana (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977).

n Desa Ubud merupakan salah satu desa adat yang menggunakan konsepsi kosmis serta konsep tri hita karana dalam pengaturan ruang desanya.

n Seni tata ruang tradisional Desa Ubud ini merupakan seni yang memperkaya budaya bangsa dengan karakteristiknya sehingga dapat berperan sebagai identitas bangsa.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep tata ruang tradisional desa Bali?

2. Bagaimanakah pola tata ruang eksisting pemukiman penduduk yang ada di Desa Ubud Bali?

1.3. Tujuan

1. Menganalisa konsep tata ruang tradisional desa Bali

2. Menganalisa pola tata ruang eksisting pemukiman penduduk yang ada di Desa Ubud Bali.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah dalam penulisan karya tulis ini adalah Desa Ubud Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Pembahasan meliputi masalah konsep penataan ruang dan perwujudan penataan ruang yang ada di Desa Ubud Bali.

METODE PEMBAHASAN

Metode analisis yang digunakan meliputi:

· Analisis deskriptif

Analisa ini digunakan untuk menggambarkan konsep-konsep tata ruang yang ada di Bali umumnya dan Desa Ubud khususnya.

· Analisis evaluatif

Analisa ini digunakan untuk mengevaluasi penerapan tata ruang antara konsep dan kenyataan di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Tata Ruang Tradisional Bali

Konsep tata ruang rumah (pola mikro)

Secara umum konsep tradisional tata ruang yang ada di Bali terdapat tiga kelompok nilai yaitu nista, madia dan utama, yang mengikuti garis horizontal dan vertikal. Dalam pola lingkungan, nilai yang utama diberikan kepada pada arah “kaja” yaitu menunjuk arah gunung. Sedangkan untuk nilai nista diberikan pada arah “kelod” yakni menunjuk arah ke laut.

Rumah sebagai suatu unit aktivitas keluarga ditata berdasarkan arah mata angin, seperti halnya dengan penataan ruang dalam pengertian yang lebih luas. Arah kaja dan kangin menempati posisi luan sedangkan kauh dan kelod menempati posisi teben. Antara luan dan teben terdapat pekarangan tempat mendirikan bangunan rumah serta bangunan lain disebut bagian madia atau tengah.

Dasar arsitektur tradisional Bali berdasar pada pembagian tiga atau juga disebut sebagai konsep Tri Angga. Konsep yang bermakna lebih luas juga digunakan istilah Tri Hita Karana, yang pada dasarnya mengandung tiga prinsip pokok yaitu pemberian derajat-derajat nilai ruang berkenaan dengan suci dan profan.

Konsep tata ruang desa (pola makro)

Konsep-konsep dasar yang diterapkan pada tata ruang mikro pada umumnya juga digunakan sebagai dasar penentuan pola tata ruang desa atau dapat dikatakan pola tata ruang rumah merupakan miniatur dari pola tata ruang desa.

Masyarakat Bali terkenal dengan ciri loyalitas etnis terhadap desanya sendiri. Hal tersebut merupakan hakekat yang selalu ada pada setiap masyarakat desa di Bali. Konsep desa yang terbentuk merupakan persepsi dari seluruh bagian hidup di satu ruang yaitu goa gerba yang lazimnya disebut desa. Persepsi loyalitas etnis ini menyebabkan mereka memandang semua warga desanya sebagai keluarga (tunggal desa). Perwujudan dari perasaan bersama itu dituangkan melalui adanya pusat pemujaan desa yang disebut kayangan tiga. Sebagai suatu pusat orientasi bersama, maka semua warga tadi dapat dikelompokkan ke dalam satu desa adat. Dalam skala yang lebih bersifat administratif loyalitas yang lebih luas yaitu terhadap struktur pemerintahan dinas, yang lazimnya disebut keperbekelan ataupun kelurahan.

Pola Tata Ruang Eksisting Pemukiman Yang Ada Di Desa Ubud Bali

Pola tata ruang rumah Desa Ubud

Struktur pola menetap atau perumahan menurut pandangan arsitektur Bali secara keseluruhannya adalah lambang daripada Tribhuawana. Konsep rwabhineda masih diterapkan didalam pola perumahan dan bangunan-bangunan dalam arsitektur di Desa Ubud yaitu dengan memperhatikan bagain hulu (luan) dan bagian hilir (teben).

Pengaturan pola tata ruang rumah dan pekarangan (pola mikro) yang ada di Desa Ubud secara umum masih menunjukkan adanya konsep tri hita karana, tri angga dan nawa sanga. Hal ini dapat dilihat dari letak-letak dari bangunan-bangunan perumahan masih berpedoman pada ketentuan-ketentuan tersebut. Disamping terdapat ketentuan diatas di Desa Ubud berlaku penamaan kompleks bangunan-bangunan perumahan berdasarkan stratifikasi sosial suatu keluarga. Diantaranya terdapat komplek bangunan geria, puri, jero dan umah.

Perkembangan sektor jasa terutama pariwisata di Desa Ubud sangat berpengaruh pada pola ruang yang terbentuk.

Kenyataan sekarang rumah-rumah adat yang semula biasanya hanya berfungsi untuk kegiatan adat atau ritual keagamaan, kini berkembang menjadi kegiatan bidang jasa pariwisata. Sehingga tiap ruang yang ada semakin efektif dan ekonomis.

Pola tata ruang Desa Ubud

Konsep Tri Hita Karana selain diterapkan dalam lingkup rumah dan pekarangan juga diterapkan dalam lingkup yang lebih luas seperti desa.

Pola susunan tata ruang Desa Ubud secara umum masih memperlihatkan ciri-ciri konsep Tri Hita Karana meskipun tidak secara tegas (distingtif). Perwujudan konsep tersebut, misalnya dapat dilihat pada wilayah desa (palemahan) seperti sarana dan prasarana desa yang meliputi bangunan-bangunan bagi aktivitas sosial, misalnya; rumah penduduk, balai desa, banjar, pasar dan lain-lain menjadi salah satu bagian dari pencerminan konsep Tri Hita Karana. Selain itu dari segi manusianya (pawongan) yaitu warga Desa Ubud, di desa ini terdapat pura peribadatan desa sebagai bagian dari parhyangan. Di Desa Ubud pura peribadatan desa juga terdiri atas : pura puseh, bale agung, dan pura dalem beserta kuburannya.

Kegiatan ekonomi di sektor jasa seperti perdagangan baik penjajaan barang-barang konsumsi lokal, maupun kepariwisataan, cenderung berkembang di sepanjang jalan utama desa. Kegiatan ekonomi ini ditandai dengan dibangunnya toko-toko, toko kesenian (art shop), restorasi dan warung-warung kecil lainnya menyebabkan ruang-ruang yang semula kosong di sepanjang pinggiran jalan utama menjadi padat dengan bangunan tersebut. Pola dasar tradisional sebagai pencerminan struktur perkampungan desa menjadi semakin kabur.

KESIMPULAN

Terdapat tiga kelompok nilai dalam konsep tradisional tentang tata ruang di Desa Ubud, yaitu nista, madia dan utama.

Terjadi pergeseran tata ruang baik dari pola mikro maupun pola makro yang ada di Desa Ubud. Penyebab utama terjadinya pergeseran tata ruang ini adalah berkembangnya sektor kepariwisataan di Desa Ubud.

Walaupun telah terjadi pergeseran tata ruang, namun masyarakat Desa Ubud masih berusaha menunjukkan prinsip-prinsip pokok yang menjadi pedoman pemanfaatan ruang yaitu masih diperhitungkannya standar-standar luan-teben sebagai dasar tata ruang bagi kebutuhan wisatawan.

SARAN

Perlu dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian terhadap seni tata ruang tradisional di Desa Ubud Bali sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa yang mampu menunjukkan identitas bangsa.

Konsep tata ruang yang ada di Desa Ubud perlu dipertahankan mengingat kosep ini sangat sesuai sebagai upaya pembangunan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Tata Cara Mebangun Perumahan. Bali: Yayasan Bali Galang. http://www.babadbali.com/canangsari/hkt-perumahan.htm

Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

Arsana, I Ketut Gde, et al. 1992. Kesadaran Budaya Tentang Tata Ruang Pada Masyarakat Di Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Bandem, Made, I, Dr. 1992. Peranan Seniman Dalam Masyarakat dalam Konggres Kebudayaan 1991: Warisan Budaya: Penyaringan dan pemeliharaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Bintarto. 1983. Interaksi Desa dan Kota dan permasalahannya. Jakarta: Ghalic Indonesia

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977. Adat Istiadat Daerah Bali. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen pendidikan dan Kebudayaan

Diparda Bali. 1999. Profil Bali. Denpasar: Pusat Sistem Informasi-depparsenibud.

http://www.denpasar.go.id/new/main.php?act=i_opi&xid=23

Jayadinata, T. Johara. 1986. Tata Guna Lahan dalam Perencanaan Perdesaan. Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

Koentjaraningrat.1970. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Red. Jakarta: Djambatan

Koentjaraningrat. 1996. Pengantar antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Kayam, Umar. 1981: Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: PT. Djaya Pirusa

Parwata, I Wayan. 2004. Dinamika Permukiman Perdesaan Pada Masyarakat Bali. Denpasar: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Tuldi, Prof. Dr. Nani, et al. 2003. Dialog Budaya, Wahana Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Bangsa. Jakarta: Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata: CV. Mitra Sari


1 komentar:

sanbournface mengatakan...

Playtech, Betsoft, Casumo, and More - DrmCD
Playtech 밀양 출장마사지 is a game development, studio and 당진 출장샵 provider of 김포 출장샵 casino content including slots, 충청남도 출장마사지 casino, blackjack, roulette, and video poker. 안양 출장마사지